Coronavirus terbaru mengguncang dunia. Namun, alih-alih memerangi penyebab struktural pandemi ini, dari tahun ke tahun pemerintah malah hanya fokus pada tindakan daruratnya saja.
Untuk konten majalah sosialis Jerman, Marx21, Yaak Pabst berbincang dengan Rob Wallace, penulis Big Farms Make Big Flu (Monthly Review Press, 2016) tentang bahaya Covid-19, tanggung jawab agribisnis dan solusi berkelanjutan untuk memerangi pandemi. Rob Wallace adalah ahli biologi evolusi dan ahli filologi kesehatan masyarakat yang saat ini bekerja di Institute of Global Studies di University of Minnesota. Dia juga menulis blog di Farming Pathogens.
Untuk konten majalah sosialis Jerman, Marx21, Yaak Pabst berbincang dengan Rob Wallace, penulis Big Farms Make Big Flu (Monthly Review Press, 2016) tentang bahaya Covid-19, tanggung jawab agribisnis dan solusi berkelanjutan untuk memerangi pandemi. Rob Wallace adalah ahli biologi evolusi dan ahli filologi kesehatan masyarakat yang saat ini bekerja di Institute of Global Studies di University of Minnesota. Dia juga menulis blog di Farming Pathogens.
Terjemahan oleh Yab Sarpote
Seberapa berbahaya coronavirus terbaru ini?
Tergantung di mana Anda berada saat pandemi Covid-19 ini merebak: apakah di tingkat awal, puncak, atau akhir? Seberapa baik respons fasilitas kesehatan publik di wilayah Anda? Bagaimana demografi di tempat Anda? Berapa usiamu? Apakah Anda punya gangguan imunologis? Apakah Anda punya penyakit bawaan? Sementara itu, terkait kemungkinan yang tidak dapat didiagnosis, apakah imunogenetika Anda, genetika yang mendasari respons kekebalan Anda, cocok dengan virus ini atau tidak?
Jadi semua kehebohan tentang virus ini hanya histeria media saja?
Tidak, tentu saja tidak. Pada tingkat populasi, Covid-19 memiliki rasio kematian atau CFR 2-4% pada awal wabah di Wuhan. Di luar Wuhan, CFR tampaknya turun menjadi sekitar 1% dan bahkan lebih sedikit, tetapi juga tampaknya melonjak di sejumlah tempat, termasuk di Italia dan Amerika Serikat. Kisarannya tampaknya tidak sebanyak, katakanlah, SARS yaitu 10%, influenza tahun 1918 yaitu 5-20%, "flu burung" H5N1 60%, atau pada tingkatan tertentu, Ebola 90%. Namun, Covid-19 jelas melebihi CFR 0.1% influenza musiman. Bahayanya bukan hanya terdapat pada tingkat kematiannya. Kita harus bertarung dengan tingkat penetrasi atau serangannya terhadap penduduk: seberapa banyak populasi global terjangkiti wabah tersebut.
Bisa lebih spesifik?
Jaringan lalu-lintas global kita saat ini sangat saling terhubung. Tanpa vaksin atau antivirus spesifik untuk virus corona, atau pada titik ini kekebalan kolektif terhadap virus (herd immunity), bahkan varian virus yang hanya punya dampak kematian 1% dapat menimbulkan bahaya yang cukup besar. Dengan masa inkubasi hingga 2 minggu dan semakin banyak bukti menunjukkan adanya penularan sebelum sakit terjadi--sebelum kita tahu bahwa orang tersebut terinfeksi--beberapa tempat mungkin akan bebas dari infeksi. Jika, katakanlah, Covid-19 menyebabkan 1% kematian saat menginfeksi 4 miliar orang, artinya 40 juta orang mati. Ini jumlah yang besar.
Angka yang menakutkan untuk patogen yang tampaknya tidak berbahaya ...
Jelas, dan kita baru baru berada di fase awal wabah ini. Penting untuk memahami bahwa banyak infeksi baru berubah selama epidemi berlangsung. Infektivitas, virulensi, atau keduanya dapat menurun. Di sisi lain, ada juga wabah yang virulensinya meningkat. Gelombang pertama pandemi influenza pada musim semi 1918 adalah infeksi yang relatif ringan. Namun, gelombang kedua dan ketiga musim dingin pada waktu tersebut dan pada tahun 1919 menewaskan jutaan orang.
Namun, pihak yang skeptis terhadap pandemi ini berpendapat bahwa jauh lebih sedikit pasien yang terinfeksi dan tewas akibat coronavirus ketimbang flu musiman. Bagaimana pendapat Anda?
Saya yang pertama paling senang kalau memang virus ini adalah bohong belaka. Namun, bagi saya, upaya-upaya untuk menyepelekan Covid-19 dengan membanding-bandingkan dengan penyakit mematikan lainnya, terutama influenza, adalah alat retoris untuk mematikan kekhawatiran orang terhadap bahaya virus ini.
Jadi, upaya membanding-bandingkan COVID-19 dengan flu musiman ini cacat...
Tidak masuk akal membandingkan dua patogen pada bagian epikuratnya masing-masing yang berbeda. Ya, influenza musiman menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia, menewaskan, menurut perkiraan WHO, hingga 650.000 jiwa per tahun. Namun, Covid-19 baru memulai perjalanan epidemiologinya. Selain itu, tidak seperti influenza, kita belum memiliki vaksin, atau kekebalan kolektif (herd immunity) untuk memperlambat infeksi dan melindungi penduduk yang paling rentan.
Tapi kan, bahkan jika perbandingannya keliru, kedua penyakit ini disebabkan oleh virus, bahkan virus dari kelompok tertentu, virus RNA. Keduanya bisa menyebabkan penyakit. Keduanya memengaruhi area mulut dan tenggorokan dan terkadang juga paru-paru. Keduanya sama-sama cukup menular.
Hal-hal tersebut adalah kesamaan dangkal yang melewatkan bagian penting dalam komparasi dua patogen. Kita tahu banyak hal tentang dinamika influenza. Masalahnya kita hanya tahu sedikit tentang Covid-19. Banyak hal yang tidak diketahui. Banyak hal tentang Covid-19 yang bahkan tidak dapat diketahui sampai wabah ini terjadi sepenuhnya. Pada saat yang sama, penting untuk memahami bahwa ini bukan soal Covid-19 versus influenza. Lebih tepatnya, ini soal Covid-19 dan influenza. Munculnya berbagai infeksi yang dapat menjadi pandemi, apalagi menyerang populasi, harus menjadi kekhawatiran utama.
Tergantung di mana Anda berada saat pandemi Covid-19 ini merebak: apakah di tingkat awal, puncak, atau akhir? Seberapa baik respons fasilitas kesehatan publik di wilayah Anda? Bagaimana demografi di tempat Anda? Berapa usiamu? Apakah Anda punya gangguan imunologis? Apakah Anda punya penyakit bawaan? Sementara itu, terkait kemungkinan yang tidak dapat didiagnosis, apakah imunogenetika Anda, genetika yang mendasari respons kekebalan Anda, cocok dengan virus ini atau tidak?
Jadi semua kehebohan tentang virus ini hanya histeria media saja?
Tidak, tentu saja tidak. Pada tingkat populasi, Covid-19 memiliki rasio kematian atau CFR 2-4% pada awal wabah di Wuhan. Di luar Wuhan, CFR tampaknya turun menjadi sekitar 1% dan bahkan lebih sedikit, tetapi juga tampaknya melonjak di sejumlah tempat, termasuk di Italia dan Amerika Serikat. Kisarannya tampaknya tidak sebanyak, katakanlah, SARS yaitu 10%, influenza tahun 1918 yaitu 5-20%, "flu burung" H5N1 60%, atau pada tingkatan tertentu, Ebola 90%. Namun, Covid-19 jelas melebihi CFR 0.1% influenza musiman. Bahayanya bukan hanya terdapat pada tingkat kematiannya. Kita harus bertarung dengan tingkat penetrasi atau serangannya terhadap penduduk: seberapa banyak populasi global terjangkiti wabah tersebut.
Bisa lebih spesifik?
Jaringan lalu-lintas global kita saat ini sangat saling terhubung. Tanpa vaksin atau antivirus spesifik untuk virus corona, atau pada titik ini kekebalan kolektif terhadap virus (herd immunity), bahkan varian virus yang hanya punya dampak kematian 1% dapat menimbulkan bahaya yang cukup besar. Dengan masa inkubasi hingga 2 minggu dan semakin banyak bukti menunjukkan adanya penularan sebelum sakit terjadi--sebelum kita tahu bahwa orang tersebut terinfeksi--beberapa tempat mungkin akan bebas dari infeksi. Jika, katakanlah, Covid-19 menyebabkan 1% kematian saat menginfeksi 4 miliar orang, artinya 40 juta orang mati. Ini jumlah yang besar.
Angka yang menakutkan untuk patogen yang tampaknya tidak berbahaya ...
Jelas, dan kita baru baru berada di fase awal wabah ini. Penting untuk memahami bahwa banyak infeksi baru berubah selama epidemi berlangsung. Infektivitas, virulensi, atau keduanya dapat menurun. Di sisi lain, ada juga wabah yang virulensinya meningkat. Gelombang pertama pandemi influenza pada musim semi 1918 adalah infeksi yang relatif ringan. Namun, gelombang kedua dan ketiga musim dingin pada waktu tersebut dan pada tahun 1919 menewaskan jutaan orang.
Namun, pihak yang skeptis terhadap pandemi ini berpendapat bahwa jauh lebih sedikit pasien yang terinfeksi dan tewas akibat coronavirus ketimbang flu musiman. Bagaimana pendapat Anda?
Saya yang pertama paling senang kalau memang virus ini adalah bohong belaka. Namun, bagi saya, upaya-upaya untuk menyepelekan Covid-19 dengan membanding-bandingkan dengan penyakit mematikan lainnya, terutama influenza, adalah alat retoris untuk mematikan kekhawatiran orang terhadap bahaya virus ini.
Jadi, upaya membanding-bandingkan COVID-19 dengan flu musiman ini cacat...
Tidak masuk akal membandingkan dua patogen pada bagian epikuratnya masing-masing yang berbeda. Ya, influenza musiman menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia, menewaskan, menurut perkiraan WHO, hingga 650.000 jiwa per tahun. Namun, Covid-19 baru memulai perjalanan epidemiologinya. Selain itu, tidak seperti influenza, kita belum memiliki vaksin, atau kekebalan kolektif (herd immunity) untuk memperlambat infeksi dan melindungi penduduk yang paling rentan.
Tapi kan, bahkan jika perbandingannya keliru, kedua penyakit ini disebabkan oleh virus, bahkan virus dari kelompok tertentu, virus RNA. Keduanya bisa menyebabkan penyakit. Keduanya memengaruhi area mulut dan tenggorokan dan terkadang juga paru-paru. Keduanya sama-sama cukup menular.
Hal-hal tersebut adalah kesamaan dangkal yang melewatkan bagian penting dalam komparasi dua patogen. Kita tahu banyak hal tentang dinamika influenza. Masalahnya kita hanya tahu sedikit tentang Covid-19. Banyak hal yang tidak diketahui. Banyak hal tentang Covid-19 yang bahkan tidak dapat diketahui sampai wabah ini terjadi sepenuhnya. Pada saat yang sama, penting untuk memahami bahwa ini bukan soal Covid-19 versus influenza. Lebih tepatnya, ini soal Covid-19 dan influenza. Munculnya berbagai infeksi yang dapat menjadi pandemi, apalagi menyerang populasi, harus menjadi kekhawatiran utama.
Anda telah meneliti epidemi dan penyebabnya selama beberapa tahun. Dalam buku Anda Big Farms Make Big Flu Anda berusaha menggambarkan hubungan antara praktik agrikultur industri, agrikultur organik, dan epidemiologi virus. Apa wawasan Anda?
Bahaya sesungguhnya dari setiap wabah baru adalah kegagalan - atau lebih tepatnya - keengganan zona nyaman untuk memahami bahwa setiap Covid-19 yang baru bukanlah insiden yang terisolasi. Meningkatnya wabah virus berkaitan erat dengan produksi makanan dan profitabilitas perusahaan multinasional. Siapa pun yang ingin memahami mengapa virus kian hari menjadi kian berbahaya harus menyelidiki model industrial agrikultur dan, lebih khususnya lagi, produksi ternak. Saat ini, sedikit pemerintah, dan ilmuwan, yang siap untuk melakukannya. Justru sebaliknya.
Ketika wabah baru muncul, pemerintah, media, dan bahkan sebagian besar lembaga medis sangat fokus pada keadaan darurat yang terpisah-pisah sehingga pihak-pihak ini mengabaikan akar struktural yang mendorong satu per satu patogen yang tadinya diabaikan menjadi selebriti global dadakan.
Jadi siapa biang keladinya?
Menurut saya, agrikultur industri, tetapi ada cakupan yang lebih besar lagi. Kapital tengah menjadi ujung tombak perampasan lahan hutan-hutan primer dan lahan pertanian kecil yang dikelola di seluruh dunia. Investasi ini mendorong deforestasi dan pembangunan yang menyebabkan munculnya penyakit. Keragaman fungsional dan kompleksitas yang dipunyai oleh bidang-bidang lahan yang luas ini dirampingkan sedemikian rupa sehingga patogen-patogen yang sebelumnya terisolasi kini menyerbu ke dalam komunitas hewan ternak dan komunitas manusia. Singkatnya, pusat-pusat ibu kota seperti London, New York, dan Hong Kong, harus dianggap sebagai hotspot-hotspot penyakit utama kita saat ini.
Kasus tersebut untuk penyakit yang mana?
Tidak ada patogen yang bebas kapital saat ini. Bahkan tempat yang paling terpencil pun bisa terdampak. Ebola, Zika, virus korona, demam kuning, berbagai flu burung, dan demam babi (swine fever) di Afrika adalah beberapa di antara banyak patogen yang berhasil menyebar dari pedalaman yang paling terpencil ke struktur-struktur peri-urban, ibukota regional, dan akhirnya ke jaringan lalu-lintas global. Dari kelelawar buah di Kongo hingga tewasnya turis yang tengah berjemur di Miami hanya terjadi dalam beberapa minggu.
Apakah peran perusahaan-perusahaan multinasional dalam proses ini?
Saat ini, planet Bumi sebagian besar adalah Planet Pertanian/Peternakan, baik dalam biomassa maupun lahan yang digunakan. Agribisnis berambisi untuk mengendalikan pasar makanan. Hampir keseluruhan proyek neoliberal diorganisasikan di seputar upaya perusahaan-perusahaan yang berbasis di negara-negara industri maju untuk merampas lahan dan sumber daya negara-negara yang lebih lemah. Akibatnya, banyak dari patogen baru yang sebelumnya dikendalikan oleh ekologi hutan yang telah berevolusi panjang bermunculan, mengancam seluruh dunia.
Efek apa yang diakibatkan oleh metode produksi agribisnis terhadap hal-hal tersebut?
Agrikultur yang dipandu oleh kapital dan menggantikan lebih banyak ekologi alami membuka jalan yang tepat bagi patogen untuk dapat mengembangkan fenotipe yang paling mematikan dan menular. Sistem yang ada saat ini adalah sistem yang paling memungkinkan untuk membiakkan penyakit mematikan.
Kok bisa?
Tumbuhnya monokultur genetik dari hewan domestik menghilangkan benteng ketahanan tubuh apa pun yang mungkin ada untuk memperlambat penularan. Ukuran dan kepadatan populasi yang lebih besar memfasilitasi tingkat penularan yang lebih tinggi. Kondisi padat seperti ini menekan respons imun. Output produksi yang tinggi, yang inheren dalam produksi industri, menyediakan pasokan kerentanan yang terus diperbarui, bahan bakar bagi evolusi virulensi. Dengan kata lain, karena agribisnis sangat fokus pada profit, virus yang dapat membunuh satu miliar orang dianggap sebagai risiko yang sepadan.
Serius?!
Perusahaan-perusahaan ini dapat lepas tangan dan melemparkan ongkos operasi yang berbahaya secara epidemiologis ini pada pihak lain. Mulai dari hewan ternak itu sendiri hingga konsumen, pekerja agrikultur, lingkungan setempat, dan pemerintah lintas yurisdiksi. Kerusakannya sangat luas sehingga kalau kita menuntut ganti rugi atas hal tersebut ke neraca perusahaan, agribisnis seperti yang kita tahu ini akan bubar selamanya. Tidak ada perusahaan yang dapat mengganti biaya kerusakan yang ditimbulkannya.
Di banyak media dikatakan bahwa titik awal dari coronavirus adalah "pasar makanan eksotis" di Wuhan. Apakah hal ini benar?
Iya dan tidak. Ada petunjuk spasial yang mendukung gagasan ini. Pelacakan kontak menelusuri sumber infeksi ke Pasar Makanan Laut Grosir Hunan di Wuhan, tempat hewan liar diperjual-belikan. Pengambilan sampel lingkungan tampaknya menunjukkan dengan tepat daerah ujung barat pasar tersebut, tempat hewan liar dipelihara.
Tetapi seberapa jauh ke belakang dan seberapa luas kita harus menyelidiki? Kapan tepatnya kondisi darurat ini benar-benar dimulai? Fokus pada pasar di Wuhan ini justru melewatkan asal-usul agrikultur liar di pedalaman dan kapitalisasinya yang terus meningkat. Secara global, dan di Tiongkok, makanan liar menjadi lebih diformalkan sebagai sebuah sektor ekonomi. Namun, hubungannya dengan agrikultur industri melampaui sektor ini. Ketika produksi industri - babi, unggas, dan sejenisnya - meluas menghimpit hutan primer, ia mendesak para pemain makanan liar untuk mengeruk lebih jauh ke jantung hutan untuk menemukan populasi hewan liar di hulu, dan ini meningkatkan pertemuan dengan, dan melimpahnya patogen baru, termasuk Covid-19.
Covid-19 bukanlah virus pertama yang berkembang di Tiongkok yang dicoba ditutup-tutupi oleh pemerintah.
Ya, tapi Tiongkok hanyalah salah satu. AS dan Eropa berperan juga sebagai titik awal influenza baru, misalnya baru-baru ini H5N2 dan H5Nx, dan proksi multinasional dan neokolonial mereka mendorong munculnya Ebola di Afrika Barat dan Zika di Brasil. Pejabat kesehatan publik AS malah jadi bumper bagi agribisnis selama wabah H1N1 (2009) dan H5N2.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini telah menyatakan darurat kesehatan yang menjadi perhatian internasional. Apakah langkah ini benar?
Iya. Bahaya dari patogen semacam ini adalah bahwa otoritas kesehatan tidak memiliki pegangan distribusi risiko statistik. Kita tidak tahu bagaimana respons patogen tersebut. Kita beralih dari wabah di pasar menjadi infeksi yang tersebar di seluruh dunia dalam hitungan minggu. Patogen tersebut bisa saja reda. Tentu ini bagus. Tapi kita tidak tahu. Persiapan yang lebih baik akan menciptakan peluang yang lebih untuk mengurangi kecepatan perkembangan patogen ini.
Deklarasi WHO juga merupakan bagian dari apa yang saya sebut teater pandemi. Organisasi-organisasi internasional keburu keok di tengah kelambanan. PBB khususnya, dalam pikiran saya. Kelompok organisasi PBB selalu khawatir tentang relevansi, kekuatan, dan pendanaan yang mereka miliki. Tetapi aksi-isme semacam itu sebenarnya juga dapat menyatu pada persiapan dan pencegahan aktual yang dibutuhkan dunia untuk memperlambat rantai transmisi Covid-19.
Bahaya sesungguhnya dari setiap wabah baru adalah kegagalan - atau lebih tepatnya - keengganan zona nyaman untuk memahami bahwa setiap Covid-19 yang baru bukanlah insiden yang terisolasi. Meningkatnya wabah virus berkaitan erat dengan produksi makanan dan profitabilitas perusahaan multinasional. Siapa pun yang ingin memahami mengapa virus kian hari menjadi kian berbahaya harus menyelidiki model industrial agrikultur dan, lebih khususnya lagi, produksi ternak. Saat ini, sedikit pemerintah, dan ilmuwan, yang siap untuk melakukannya. Justru sebaliknya.
Ketika wabah baru muncul, pemerintah, media, dan bahkan sebagian besar lembaga medis sangat fokus pada keadaan darurat yang terpisah-pisah sehingga pihak-pihak ini mengabaikan akar struktural yang mendorong satu per satu patogen yang tadinya diabaikan menjadi selebriti global dadakan.
Jadi siapa biang keladinya?
Menurut saya, agrikultur industri, tetapi ada cakupan yang lebih besar lagi. Kapital tengah menjadi ujung tombak perampasan lahan hutan-hutan primer dan lahan pertanian kecil yang dikelola di seluruh dunia. Investasi ini mendorong deforestasi dan pembangunan yang menyebabkan munculnya penyakit. Keragaman fungsional dan kompleksitas yang dipunyai oleh bidang-bidang lahan yang luas ini dirampingkan sedemikian rupa sehingga patogen-patogen yang sebelumnya terisolasi kini menyerbu ke dalam komunitas hewan ternak dan komunitas manusia. Singkatnya, pusat-pusat ibu kota seperti London, New York, dan Hong Kong, harus dianggap sebagai hotspot-hotspot penyakit utama kita saat ini.
Kasus tersebut untuk penyakit yang mana?
Tidak ada patogen yang bebas kapital saat ini. Bahkan tempat yang paling terpencil pun bisa terdampak. Ebola, Zika, virus korona, demam kuning, berbagai flu burung, dan demam babi (swine fever) di Afrika adalah beberapa di antara banyak patogen yang berhasil menyebar dari pedalaman yang paling terpencil ke struktur-struktur peri-urban, ibukota regional, dan akhirnya ke jaringan lalu-lintas global. Dari kelelawar buah di Kongo hingga tewasnya turis yang tengah berjemur di Miami hanya terjadi dalam beberapa minggu.
Apakah peran perusahaan-perusahaan multinasional dalam proses ini?
Saat ini, planet Bumi sebagian besar adalah Planet Pertanian/Peternakan, baik dalam biomassa maupun lahan yang digunakan. Agribisnis berambisi untuk mengendalikan pasar makanan. Hampir keseluruhan proyek neoliberal diorganisasikan di seputar upaya perusahaan-perusahaan yang berbasis di negara-negara industri maju untuk merampas lahan dan sumber daya negara-negara yang lebih lemah. Akibatnya, banyak dari patogen baru yang sebelumnya dikendalikan oleh ekologi hutan yang telah berevolusi panjang bermunculan, mengancam seluruh dunia.
Efek apa yang diakibatkan oleh metode produksi agribisnis terhadap hal-hal tersebut?
Agrikultur yang dipandu oleh kapital dan menggantikan lebih banyak ekologi alami membuka jalan yang tepat bagi patogen untuk dapat mengembangkan fenotipe yang paling mematikan dan menular. Sistem yang ada saat ini adalah sistem yang paling memungkinkan untuk membiakkan penyakit mematikan.
Kok bisa?
Tumbuhnya monokultur genetik dari hewan domestik menghilangkan benteng ketahanan tubuh apa pun yang mungkin ada untuk memperlambat penularan. Ukuran dan kepadatan populasi yang lebih besar memfasilitasi tingkat penularan yang lebih tinggi. Kondisi padat seperti ini menekan respons imun. Output produksi yang tinggi, yang inheren dalam produksi industri, menyediakan pasokan kerentanan yang terus diperbarui, bahan bakar bagi evolusi virulensi. Dengan kata lain, karena agribisnis sangat fokus pada profit, virus yang dapat membunuh satu miliar orang dianggap sebagai risiko yang sepadan.
Serius?!
Perusahaan-perusahaan ini dapat lepas tangan dan melemparkan ongkos operasi yang berbahaya secara epidemiologis ini pada pihak lain. Mulai dari hewan ternak itu sendiri hingga konsumen, pekerja agrikultur, lingkungan setempat, dan pemerintah lintas yurisdiksi. Kerusakannya sangat luas sehingga kalau kita menuntut ganti rugi atas hal tersebut ke neraca perusahaan, agribisnis seperti yang kita tahu ini akan bubar selamanya. Tidak ada perusahaan yang dapat mengganti biaya kerusakan yang ditimbulkannya.
Di banyak media dikatakan bahwa titik awal dari coronavirus adalah "pasar makanan eksotis" di Wuhan. Apakah hal ini benar?
Iya dan tidak. Ada petunjuk spasial yang mendukung gagasan ini. Pelacakan kontak menelusuri sumber infeksi ke Pasar Makanan Laut Grosir Hunan di Wuhan, tempat hewan liar diperjual-belikan. Pengambilan sampel lingkungan tampaknya menunjukkan dengan tepat daerah ujung barat pasar tersebut, tempat hewan liar dipelihara.
Tetapi seberapa jauh ke belakang dan seberapa luas kita harus menyelidiki? Kapan tepatnya kondisi darurat ini benar-benar dimulai? Fokus pada pasar di Wuhan ini justru melewatkan asal-usul agrikultur liar di pedalaman dan kapitalisasinya yang terus meningkat. Secara global, dan di Tiongkok, makanan liar menjadi lebih diformalkan sebagai sebuah sektor ekonomi. Namun, hubungannya dengan agrikultur industri melampaui sektor ini. Ketika produksi industri - babi, unggas, dan sejenisnya - meluas menghimpit hutan primer, ia mendesak para pemain makanan liar untuk mengeruk lebih jauh ke jantung hutan untuk menemukan populasi hewan liar di hulu, dan ini meningkatkan pertemuan dengan, dan melimpahnya patogen baru, termasuk Covid-19.
Covid-19 bukanlah virus pertama yang berkembang di Tiongkok yang dicoba ditutup-tutupi oleh pemerintah.
Ya, tapi Tiongkok hanyalah salah satu. AS dan Eropa berperan juga sebagai titik awal influenza baru, misalnya baru-baru ini H5N2 dan H5Nx, dan proksi multinasional dan neokolonial mereka mendorong munculnya Ebola di Afrika Barat dan Zika di Brasil. Pejabat kesehatan publik AS malah jadi bumper bagi agribisnis selama wabah H1N1 (2009) dan H5N2.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini telah menyatakan darurat kesehatan yang menjadi perhatian internasional. Apakah langkah ini benar?
Iya. Bahaya dari patogen semacam ini adalah bahwa otoritas kesehatan tidak memiliki pegangan distribusi risiko statistik. Kita tidak tahu bagaimana respons patogen tersebut. Kita beralih dari wabah di pasar menjadi infeksi yang tersebar di seluruh dunia dalam hitungan minggu. Patogen tersebut bisa saja reda. Tentu ini bagus. Tapi kita tidak tahu. Persiapan yang lebih baik akan menciptakan peluang yang lebih untuk mengurangi kecepatan perkembangan patogen ini.
Deklarasi WHO juga merupakan bagian dari apa yang saya sebut teater pandemi. Organisasi-organisasi internasional keburu keok di tengah kelambanan. PBB khususnya, dalam pikiran saya. Kelompok organisasi PBB selalu khawatir tentang relevansi, kekuatan, dan pendanaan yang mereka miliki. Tetapi aksi-isme semacam itu sebenarnya juga dapat menyatu pada persiapan dan pencegahan aktual yang dibutuhkan dunia untuk memperlambat rantai transmisi Covid-19.
Restrukturisasi neoliberal atas sistem kesehatan telah memperburuk penelitian dan perawatan umum pasien, misalnya di rumah sakit. Apa perbedaan yang bisa diciptakan oleh sistem perawatan kesehatan yang didanai lebih baik untuk melawan virus ini?
Ada kisah yang mengerikan tetapi mengungkap banyak hal tentang karyawan perusahaan perangkat medis Miami yang, mengalami gejala mirip flu setelah pulang dari Tiongkok, melakukan hal yang tepat menurut keluarga dan komunitasnya, dan meminta rumah sakit setempat untuk melakukan tes Covid-19 terhadapnya. Dia khawatir, paket tunjangan kesehatan Obamacare minimalnya tidak mencakup biaya tes tersebut. Dia benar. Dia tiba-tiba ditagih biaya sebesar USD 3270 (sekitar 52 juta rupiah).
Warga Amerika kini mungkin menuntut pemerintah menerbitkan peraturan darurat yang menetapkan bahwa selama wabah pandemi, semua tagihan medis atas tes dan perawatan para pasien yang hasil tesnya positif dibayar oleh pemerintah negara bagian. Kita ingin mendorong supaya orang berani mencari bantuan, alih-alih bersembunyi — dan menulari orang lain — karena takut tidak mampu membayar biaya rumah sakit. Solusi yang jelas adalah layanan kesehatan nasional — yang memiliki staf lengkap dan diperlengkapi untuk menangani keadaan darurat seperti sekarang ini ini — sehingga masalah konyol yang mendorong warga jadi takut untuk memeriksakan kesehatannya seperti ini tidak terjadi.
Segera setelah virus merebak di satu negara, pemerintah di banyak tempat bereaksi dengan kebijakan otoriter dan hukuman, misalnya karantina satu kota. Apakah tindakan drastis seperti ini dibenarkan?
Menggunakan wabah untuk menguji versi beta kontrol otokratis terbaru pascawabah merupakan kapitalisme bencana (disaster capitalism) yang gila-gilaan. Dalam hal kesehatan masyarakat, saya akan mendahulukan pendekatan terhadap sisi saling percaya dan kasih sayang, yang merupakan variabel epidemiologis yang penting. Tanpa keduanya, yurisdiksi akan kehilangan dukungan dari penduduknya.
Rasa solidaritas dan saling dukung adalah bagian penting untuk memunculkan kerja sama yang kita butuhkan untuk bertahan dari wabah ini. Swakarantina dengan dukungan yang tepat - pengecekan berkala oleh sesama warga yang telah dilatih, truk persediaan makanan yang mendistribusikan pasokan makanan dari rumah ke rumah, libur kerja dan tunjangan selama menganggur - dapat mendorong kerja sama warga semacam ini, dan menumbuhkan semangat bahwa kita menghadapi musibah ini bersama-sama.
Seperti yang Anda ketahui, di negara kami Jerman, ada partai AfD yang faktanya merupakan partai Nazi dengan 94 kursi di parlemen. Kelompok Nazi garis keras dan kelompok-kelompok lain yang bekerja sama dengan politisi AfD menggunakan krisis corona untuk melancarkan propaganda mereka. Mereka menyebarkan kebohongan tentang virus ini dan menuntut lebih banyak tindakan otoriter dari pemerintah: pembatasan penerbangan dan larangan masuk bagi migran, penutupan perbatasan dan karantina paksa ...
Larangan perjalanan dan penutupan perbatasan adalah tuntutan yang ingin diwujudkan oleh sayap kanan radikal terhadap virus yang sekarang sudah menjadi penyakit global. Ini tentu saja omong kosong. Pada titik ini, mengingat virus sudah menyebar ke mana-mana, hal yang masuk akal untuk dilakukan adalah berupaya mengembangkan sistem ketahanan kesehatan publik yang memiliki sarana untuk mengobati dan menyembuhkan siapa pun yang terinfeksi. Tentu saja, obati sumbernya: berhentilah merampas tanah orang di luar negeri yang mendorong eksodus, maka kita dapat mencegah patogen muncul.
Perubahan apakah yang lebih berkelanjutan ke depan?
Untuk mengurangi munculnya wabah virus baru, produksi makanan harus berubah secara radikal. Otonomi petani dan sektor publik yang kuat dapat mengendalikan tuas-tuas lingkungan dan infeksi yang tak terkendali. Memperkenalkan varietas ternak dan tanaman — dan proses peliaraan kembali (rewilding) yang strategis — di tingkat agrikultur dan regional. Biarkan hewan-hewan pakan untuk berkembang biak secara alami di lahan untuk menghasilkan imunitas yang telah diuji. Hubungkan produksi yang adil dengan sirkulasi yang adil. Subsidi dukungan harga dan program pembelian konsumen yang mendukung produksi agroekologis. Lindungi eksperimen-eksperimen ini dari dorongan-dorongan yang dipaksakan oleh ekonomi neoliberal terhadap individu dan masyarakat maupun ancaman represi negara yang dipandu oleh kapital
Apa yang harus dilakukan oleh para sosialis di tengah dinamika wabah penyakit yang terus meningkat?
Agribisnis sebagai mode reproduksi sosial harus diakhiri selamanya jika hanya menjadi masalah kesehatan publik. Produksi makanan yang berkapital besar bergantung pada praktik-praktik yang membahayakan seluruh umat manusia, yaitu memfasilitasi pelepasan pandemi baru yang mematikan.
Sistem pangan harus disosialkan sedemikian rupa sehingga patogen berbahaya ini tidak muncul sejak awal. Proses ini memerlukan reintegrasi produksi pangan ke dalam kebutuhan masyarakat pedesaan terlebih dahulu. Ia akan membutuhkan praktik agroekologi yang melindungi lingkungan dan petani saat mereka menanam makanan kita semua. Gambaran besarnya adalah kita harus menyembuhkan keretakan metabolisme yang memisahkan ekologi kita dari ekonomi kita. Singkatnya, kita harus mendahulukan keberlangsungan bumi.
Terima kasih banyak atas wawancaranya.
Ada kisah yang mengerikan tetapi mengungkap banyak hal tentang karyawan perusahaan perangkat medis Miami yang, mengalami gejala mirip flu setelah pulang dari Tiongkok, melakukan hal yang tepat menurut keluarga dan komunitasnya, dan meminta rumah sakit setempat untuk melakukan tes Covid-19 terhadapnya. Dia khawatir, paket tunjangan kesehatan Obamacare minimalnya tidak mencakup biaya tes tersebut. Dia benar. Dia tiba-tiba ditagih biaya sebesar USD 3270 (sekitar 52 juta rupiah).
Warga Amerika kini mungkin menuntut pemerintah menerbitkan peraturan darurat yang menetapkan bahwa selama wabah pandemi, semua tagihan medis atas tes dan perawatan para pasien yang hasil tesnya positif dibayar oleh pemerintah negara bagian. Kita ingin mendorong supaya orang berani mencari bantuan, alih-alih bersembunyi — dan menulari orang lain — karena takut tidak mampu membayar biaya rumah sakit. Solusi yang jelas adalah layanan kesehatan nasional — yang memiliki staf lengkap dan diperlengkapi untuk menangani keadaan darurat seperti sekarang ini ini — sehingga masalah konyol yang mendorong warga jadi takut untuk memeriksakan kesehatannya seperti ini tidak terjadi.
Segera setelah virus merebak di satu negara, pemerintah di banyak tempat bereaksi dengan kebijakan otoriter dan hukuman, misalnya karantina satu kota. Apakah tindakan drastis seperti ini dibenarkan?
Menggunakan wabah untuk menguji versi beta kontrol otokratis terbaru pascawabah merupakan kapitalisme bencana (disaster capitalism) yang gila-gilaan. Dalam hal kesehatan masyarakat, saya akan mendahulukan pendekatan terhadap sisi saling percaya dan kasih sayang, yang merupakan variabel epidemiologis yang penting. Tanpa keduanya, yurisdiksi akan kehilangan dukungan dari penduduknya.
Rasa solidaritas dan saling dukung adalah bagian penting untuk memunculkan kerja sama yang kita butuhkan untuk bertahan dari wabah ini. Swakarantina dengan dukungan yang tepat - pengecekan berkala oleh sesama warga yang telah dilatih, truk persediaan makanan yang mendistribusikan pasokan makanan dari rumah ke rumah, libur kerja dan tunjangan selama menganggur - dapat mendorong kerja sama warga semacam ini, dan menumbuhkan semangat bahwa kita menghadapi musibah ini bersama-sama.
Seperti yang Anda ketahui, di negara kami Jerman, ada partai AfD yang faktanya merupakan partai Nazi dengan 94 kursi di parlemen. Kelompok Nazi garis keras dan kelompok-kelompok lain yang bekerja sama dengan politisi AfD menggunakan krisis corona untuk melancarkan propaganda mereka. Mereka menyebarkan kebohongan tentang virus ini dan menuntut lebih banyak tindakan otoriter dari pemerintah: pembatasan penerbangan dan larangan masuk bagi migran, penutupan perbatasan dan karantina paksa ...
Larangan perjalanan dan penutupan perbatasan adalah tuntutan yang ingin diwujudkan oleh sayap kanan radikal terhadap virus yang sekarang sudah menjadi penyakit global. Ini tentu saja omong kosong. Pada titik ini, mengingat virus sudah menyebar ke mana-mana, hal yang masuk akal untuk dilakukan adalah berupaya mengembangkan sistem ketahanan kesehatan publik yang memiliki sarana untuk mengobati dan menyembuhkan siapa pun yang terinfeksi. Tentu saja, obati sumbernya: berhentilah merampas tanah orang di luar negeri yang mendorong eksodus, maka kita dapat mencegah patogen muncul.
Perubahan apakah yang lebih berkelanjutan ke depan?
Untuk mengurangi munculnya wabah virus baru, produksi makanan harus berubah secara radikal. Otonomi petani dan sektor publik yang kuat dapat mengendalikan tuas-tuas lingkungan dan infeksi yang tak terkendali. Memperkenalkan varietas ternak dan tanaman — dan proses peliaraan kembali (rewilding) yang strategis — di tingkat agrikultur dan regional. Biarkan hewan-hewan pakan untuk berkembang biak secara alami di lahan untuk menghasilkan imunitas yang telah diuji. Hubungkan produksi yang adil dengan sirkulasi yang adil. Subsidi dukungan harga dan program pembelian konsumen yang mendukung produksi agroekologis. Lindungi eksperimen-eksperimen ini dari dorongan-dorongan yang dipaksakan oleh ekonomi neoliberal terhadap individu dan masyarakat maupun ancaman represi negara yang dipandu oleh kapital
Apa yang harus dilakukan oleh para sosialis di tengah dinamika wabah penyakit yang terus meningkat?
Agribisnis sebagai mode reproduksi sosial harus diakhiri selamanya jika hanya menjadi masalah kesehatan publik. Produksi makanan yang berkapital besar bergantung pada praktik-praktik yang membahayakan seluruh umat manusia, yaitu memfasilitasi pelepasan pandemi baru yang mematikan.
Sistem pangan harus disosialkan sedemikian rupa sehingga patogen berbahaya ini tidak muncul sejak awal. Proses ini memerlukan reintegrasi produksi pangan ke dalam kebutuhan masyarakat pedesaan terlebih dahulu. Ia akan membutuhkan praktik agroekologi yang melindungi lingkungan dan petani saat mereka menanam makanan kita semua. Gambaran besarnya adalah kita harus menyembuhkan keretakan metabolisme yang memisahkan ekologi kita dari ekonomi kita. Singkatnya, kita harus mendahulukan keberlangsungan bumi.
Terima kasih banyak atas wawancaranya.
Terjemahan wawancara dari Capitalist Agriculture and Covid-19: A Deadly Combination